Minggu, 30 Agustus 2009

Refleksi di Panti Werdha oleh saudari Cia

Nama : Gratia
NPM : 10607048
Fak/Jurusan : Sastra/Sastra Inggris
Facebook/email : cya_whatever@yahoo.co.id


REFLEKSI IMAN DI PANTI WERDA

Aku tidak bisa berkata apa saat bis masuk ke gerbang panti werda di Purwokerto. Terlintas wajah nenek saya saat saya melihat wanita tua yang sedang berdiri di depan bus melihat saya dan teman-teman keluar dari bis pariwisata. Pikir saya akan menjadi membosankan karena para nenek dan kakek tidak akan merespon kedatangan kami. Ternyata pikiran itu dipatahkan karena saya melihat salah satu nenek yang menari dengan semangatnya walaupun dia duduk di kursi roda. Wajah nenek itu lebih gembira saat saya dan teman-teman menyanyikan lagu Jangan Lelah. Nenek yang penuh semangat itu mengerakan tangannya mencoba untuk mengikuti gerakan. Melihat nenek yang penuh dengan semangat dan senyum itu menjadikan saya sadar akan satu hal, yaitu kemalasan yang ada pada diri saya. Di dalam dunia nyata saya terkadang merasa tidak ada spirit untuk menghadapi suatu hal, terlebih suatu hal yang buruk menimpa saya. Dan keadaan saya saat tidak bersemangat itu menjadikan orang lain kambing hitam dalam masalah saya. Tetapi saat melihat nenek itu yang walaupun dalam keadaan yang saya yakin dia tidak inginkan, dia mau bersemangat dan tetap tersenyum.
Tidak hanya itu yang juga membuat saya terkesan saat saya mengobrol dengan salah satu kakek yang terkena stroke secara tiba-tiba. Beliau bercerita bahwa kejadiannya saat dia bangun tidur semua badan sebelah kirinya tidak dapat digerakan. Dalam kelumpuhannya dia bercerita bahwa sebenarnya dia tidak mau hal itu terjadi karena yang dipikirkannya dia tidak mau menyusahkan orang lain. Kakek itu berkata pada saya “walaupun dalam keadaan lumpuh seperti ini saya tidak mau merepotkan orang lain”. Kata-kata itu langsung menusuk saya dan membuat saya menetesakan air mata. Entah apa yang terjadi saat itu, air mata saya mengalir begitu saja. Terbayang dalam memori saya betapa manjanya diri saya sehingga selalu tergantung dengan orang lain. Hal ini masih terus berkecamuk dalam hati saya. Apakah aku masih menyusahkan orang lain terutama orang tuaku?
Yang tidak kalah menariknya saat Suster menceritakan bahwa salah satu kakek adalah pengusaha yang sukses. Kakek itu adalah seorang Bos yang memiliki beberapa Show Room mobil di Jakarta. Tersentak hati saya melihat kakek yang saat mudanya adalah seorang yang penting dan memiliki harta yang melimpah pada masa tuanya harus dititipkan di panti jompo yang terpencil di Purwokerto. Kakek itu juga tidak pernah bicara dan pandangannya selalu memandang kosong kedepan. Dalam otak saya berpikir apakah kakek itu tidak mempunyai anak sehingga harus dititipkan? Kalau begitu apa gunanya kekayaan bila masa tua dia tidak bisa berkumpul dengan anak cucu mereka? Menyedihkan memang keadaan itu, tapi itu benar terjadi didalam dunia kenyataan.
Dalam kunjungan ke panti werda hal utama yang saya petik adalah cinta. Cinta adalah segala-galanya tanpa adanya cinta kita tidak akan memiliki semangat seperti nenek dan kakek tadi. Dan harta bukanlah kebahagiaan yang utama dalam hidup ini, karena cintalah yang paling berharga. Seperti tertulis di Alkitab “CINTAILAH SESAMAMU SEPERTI ENGKAU MENCINTAI DIRIMU SENDIRI”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar