Jumat, 02 Desember 2011

Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Contoh Kasus dalam Berita :
(http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2011/07/14/ada-perusahaan-rusak-lingkungan-warga-demo-ke-ptun-bandung)

Pandangan saya :
Dalam sebuah perjalanan saya sewaktu Kongres dan MPA PMKRI Pengurus Pusat di Kalimantan Tengah, ada banyak informasi yang saya terima dan saya dengar dari senior PMKRI. Salah satunya adalah hasil perjalanan saya ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Disana saya bertemu dengan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah yaitu Bapak Drs. Moses Nicodemus, MM (sekarang kabarnya sudah tidak lagi menjabat Kepala BLH). Saya menghadiri sebuah presentasi beliau di kantornya dan juga sempat melakukan wawancara beliau di ruangannya setelah presentasi tersebut.

Ada beberapa informasi yang saya dapatkan dari beliau, mulai dari kegiatan ujicoba skema REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) yang ada di Kalimantan Tengah dan ulasan mengenai Undang-undang baru tentang Lingkungan Hidup. Beliau sangat senang sekali diterbitkannya undang-undang ini, sehingga ada payung yang melindungi dan mengawasi para pejabat Lingkungan Hidup dan juga masyarakat umumnya. Permasalahan lingkungan hidup bukan permasalahan spele lagi dan permasalahan yang bisa dipandang sebelah mata.

Sudah bertahun-tahun permasalahan lingkungan hidup melanda negara kita tanpa penyelesaian. Penyakit yang sudah kronis dan sangat sulit untuk disembuhkan. Perusahaan merajalela menghancurkan hutan dan sumberdaya alam. Merusak lingkungan hidup. Menyengsarakan masyarakat lokal dan masyarakat adat yang ada disekitar perusahaan. Tidak sedikit perusahaan yang berdiri tanpa Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Banyak pejabat negara dan pejabat daerah sewenang-wenang menerbitkan izin untuk perusahaan. Lobby-lobby yang menguntungkan pribadi dan golongan marak terjadi.

Kalo berbicara tentang AMDAL, bisa dichek perusahaan mana yang bener-bener membuat AMDAL dan patuh terhadap standarisasi AMDAL. Jangankan AMDAL, belum memiliki izin HGU saja (hanya mengandalkan izin prinsip dari Gubernur atau Bupati) dan belum punya IPK untuk melakukan landclearing mereka sudah berani meratakan semua pohon yang berdiri kawasan tersebut dan menggantikannya dengan tanaman kelapa sawit. Termasuk hutan adat komunitas dayak iban di Kalbar mereka hancurkan. Seperti yang saya ceritakan mengenai “Derita Desa Semunying Jaya“

Terkadang hasil AMDAL juga merupakan hasil lobby-lobby perusahaan dengan para pembuat AMDAL dan pembuat kebijakan. AMDAL seringkali hanya sebuah hasil copy-paste sebuah lembaga pembuat AMDAL. AMDAL hanya sebagai lampiran surat untuk mendapatkan izin eksplorasi atau mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU).

Saya tidak tahu, apakah setelah keluarnya UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, para pembuat AMDAL, perusahaan dan aparat pemerintahan masih berani bermain-main dengan kejahatan yang mereka lakukan. Berikut saya berikan sedikit cuplikan apa saja isi UU tersebut, semoga membantu rekan-rekan dimanapun untuk mengingatkan kembali para perusahaan, aparat pemerintah bahwa sudah ada aturan tegas yang dan sanksi yang tegas jika masih melakukan pengrusakan hutan, sumberdaya alam dan lingkungan.

Semoga informasi ini bermanfaat.

-Alexander Philiph Sitinjak-
Sekretaris Jenderal PMKRI DPC Bogor "Saint Joseph Acupertino"

Korupsi?? Etika Bisnis??

Informasi dari berbagai media menyatakan bahwa jumlah para pelaku kejahatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dari kalangan pebisnis di Indonesia masih cukup banyak. Padahal sudah banyak Undang – undang dan aturan yang merupakan rambu–rambu yang mengatur tentang kegiatan usaha . Pertanyaannya adalah, mengapa para pelaku kejahatan masih saja berani menyimpang dan berbuat curang dalam kegiatan bisnisnya?

1. Seputar Definisi Korupsi
Korupsi adalah persoalan klasik yang telah lama ada. Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Menurut Onghokham pemisahan keuangan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan kata lain korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal. Konsepsi mengenai korupsi baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya.

Prinsip ini muncul di Barat setelah adanya Revolusi Perancis dan di negara-negara Anglo-Sakson, seperti Inggris dan Amerika Serikat, timbul pada permulaan abad ke-19. Sejak itu penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal keuangan, dianggap sebagai tindak korupsi.

Demokrasi yang muncul di akhir abad ke-18 di Barat melihat pejabat sebagai orang yang diberi wewenang atau otoritas (kekuasaan), karena dipercaya oleh umum. Penyalahgunaan dari kepercayaan tersebut dilihat sebagai penghianatan terhadap kepercayaan yang diberikan. Konsep demokrasi sendiri mensyaratkan suatu sistem yang dibentuk oleh rakyat, dikelola oleh rakyat dan diperuntukkan bagi rakyat.

Konsep politik semacam itu sudah barang tentu berbeda dengan apa yang ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dalam konsep kekuasaan tradidonal raja atau pemimpin adalah negara itu sendiri. Ia tidak mengenal pemisahan antara raja dengan negara yang dipimpinnya. Seorang raja atau pemimpin dapat saja menerima upeti dari bawahannya atau raja menggunakan kekuasaan atau kekayaan negara guna kepentingan dirinya pribadi atau keluarganya.

Perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai korupsi, kekuasaan politik yang ada di tangan raja bukan berasal dari rakyat dan ia rakyat sendiri menganggap wajar jika seorang raja memperoleh manfaat pribadi dari kekuasaannya tersebut.

Pengertian korupsi dalam arti modern baru terjadi kalau ada konsepsi dan pengaturan pemisahan keuangan pribadi dan sebagian pejabat sangat penting, sebab seorang raja tradisional tidak dianggap sebagai koruptor jika menggunakan uang negara, karena raja adalah negara itu sendiri. Namun secara tidak sadar sebenarnya konsepsi tentang anti korupsi sudah ada sejak lama, bahkan sebelum pemisahan kekuasaan politik secara modern dikenal. Justru dimana tidak adanya pemisahan antara keuangan dari raja/pejabat negara dengan negara itulah yang memunculkan konsepsi anti korupsi.

Dengan demikian korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.

Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.

Definisi ini hampir sama artinya dengan definisi yang dilontarkan oleh pemerintah Indonesia. Pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut meliputi:

a. Pelaksanaan pelelangan yang tidak wajar dan tidak taat azas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau dalam rangka kerjasama pemerintah/BUMN/BUMD dengan swasta.
b. Fasilitas kredit, pajak, bea masuk dan cukai yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku atau membuat aturan/keputusan untuk itu secara eksklusif.
c. Penetapan harga penjualan atau ruislag yang menyimpang.
Suatu analisa menarik dilontarkan oleh John Girling bahwa korupsi sebenarnya mewakili persepsi yang normatif dari ekses kapitalisme, yaitu kulminasi dari proses yang sistematik dari parktekpraktek kolusi yang terjadi diantara elite politik dan pelaku ekonomi, yang melibatkan kepentingan publik dan kepentingan pribadi (swasta). Dengan kata lain, korupsi terjadi pada saat pelaku ekonomi mencoba memanfaat kekuasaan yang dimiliki oleh elite politik untuk mengejar keuntungan (profit), di luar proses yang sebenarnya. Sementara elite politik sendiri memanfaatkan hubungan tersebut untuk membiayai dirinya sendiri atau bahkan membiayai praktek politik yang dilakukannya.

Konsep demokrasi modern dan kapitalisme telah melahirkan kontradiksi antara kepentingan birokrasi pemerintahan yang harus melayani kepentingan umum dengan perkembangan dan intervensi kepentinngan pasar. Di satu sisi, dengan mandat atas nama rakyat yang diperoleh oleh sistem pemerintahan demokratik, maka ia harus mengedepankan kepentingan rakyat secara umum. Sementara perkembangan kapitalisme, yang juga berkepantingan terhadap birokrasi modern, berbanding terbalik dengan kepentingan umum. Akumulasi modal yang menjadi logika dasar dari kapitalisme mengharuskan adanya kontrol pasar dan jalur distribusi.

Maka untuk meraih kepentingan tersebut tak jarang para pengusaha menggunakan jalur birokrasi publik untuk kepentingan mereka. Inilah yang dikenal sebagai kolusi, yang merupakan bentuk akomodasi normal antara kepentingan politik dan ekonomi. Kolusi merupakan bentuk pra-kondisi dari korupsi. Sudah barang tentu pelaku ekonomi memperoleh manfaat keuntungan ekonomi dari hubungan tersebut. Sementara para elite politik memperoleh keuntungan untuk membiayai kepentingankepentingan politik yang akan mereka raih.

2. Definisi Etika dan Etika Bisnis di Indonesia

Sonny Keraf membagi pengertian etika menjadi dua, yaitu:

a. Etika sebagai Moralitas, Etika (Yunani=ethos) = kebiasaan hidup / adat istiadat, berkaitan dengan nilai-nilai. Moralitas (latin=mos)=adat / kebiasaan.n Jadi etika adalah suatu sitem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup yg terwujud dalam pola perilaku ajeg dan terulang dalam kurun waktu lama sebagai kebiasaan.

b. Etika sebagai ilmu , yaitu ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian diatas.

Bagaimana posisi teori Etika Bisnis dalam kancah dunia bisnis di Indonsesia? Etika bisnis sendiri sesungguhnya merupakan aplikasi dari etika pribadi para pelaku bisnis itu sendiri dalam dunia usaha. Sonny Keraf dalam bukunya ”Etika Bisnis” menyatakan bahwa dalam tingkat tertentu etika lalu menjadi sebuah ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkaitan dengan seluruh bidang dan aspek kehidupan manusia.

Etika bisnis menjadi semakin penting ketika sistem perekonomian sendiri memberikan tempat bagi adanya perdagangan bebas, persaingan harga dan monopoli perdagangan. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom.

Dalam bukunya yang berjudul ” Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya”, DR. A. Sonny Keraf membagi etika dalam tiga norma umum yaitu : Norma sopan santun, norma hukum dan ketiga adalah norma moral. Rendahnya etika para pelaku bisnis terjadi karena rendahnya pemahaman dari norma – norma umum yang sangat mendasar tersebut. Etika adalah suatu yang terbentuk dari proses yang cukup panjang, bahkan sepanjang dari usia seseorang itu sendiri. Etika adalah pelajaran yang di peroleh seseorang mulai dari lahir, sampai tingkat dewasa.

Jadi untuk mendapatkan suatu hasil yang baik dari wujud etika dari seseorang harus mulai di pupuk dari usia kecil. Pelajaran tentang norma-norma dasar harus mulai ditanamkan mulai dari anak usia balita dan berkesinambungan sampai usia dewasa. Dari usia diman ia belum bisa membedakan mana benar – mana salah,sampai dengan usia dimana ia dapat membedakan mana yang benar mana yang salah.

Sonny Keraf juga membagi etika berbisnis dalam beberapa prinsip al.

a. Prinsip Otonomi, adalah sikap dan kemampuan menusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya paling baik untuk dilakukan.

b. Prinsip Kejujuran, dalam mengikat perjanjian dan kontra k tertentu, senmua pihak (pelaku bisnis dalam hal ini) secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak secara tulus dan jujur dalam membuat perjanjian dan kontrak dan lebih dari itu serius serta tulus dan jujur melaksanakan janjinya.

c. Prinsip Keadilan, yang menuntut agar setiap orang diperlakukan dengan sama sesuai dengan peraturan yang adil dan sesuai dengan kriteria rasional obyektif yang dapat dipertanggungjawabkan.

d. Prinsip saling menguntungkan, menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga meguntungkan semua pihak.

e. Integritas Moral, dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar ia perlu menjalankan perusahaan bisnis dengan tetap menjalankan nama baiknya atau nama perusahaannya.

PEMBAHASAN
Mengapa para pelaku kejahatan masih saja berani menyimpang dan berbuat curang dalam kegiatan bisnisnya? Jika ditelusur dari sudut pandang etika bisnis, akar dari semua permasalahan praktek KKN yang melanda dunia perbankan saat ini adalah adanya krisis moral yang sudah begitu parah. Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis .

Seberapapun kuatnya sanksi yang diberikan tak akan mampu membuat gentar para penjahat. UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi yang diancamkan. Pasal 49 ayat 1 dengan tegas menyatakan : “Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:

a.) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, b.) menghilangkan atau tiidak memasukkan atau menyebabkan ttidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c.) mengubah, atau menghilangkan , menyembunyikan menghapus atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam leporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubahh , mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut; diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima ) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000 (dua ratus miliar ).

Bagi beberapa orang, keberadaan UU serta sanksi hukum yang diancamkan mungkin saja tidak begitu menakutkan. Jika menilik catatan kasus – kasus sebelumnya ,pelaku yang berhasil tertangkap nyata – nyata tidak diproses secara tegas. Sulitnya menguak dan membuktikan tindak kejahatan perbankan yang melibatkan orang dalam juga menjadi kendala tersendiri.

Seberapapun ketatnya pengawasan akan selalu dicari celah-celah untuk bisa berbuat kecurangan demi keuntungan diri sendiri. Sistem audit yang ada baik internal perusahaan maupun ekternal sudah sedemikian ketatnya mengawasi kegiatan perbankan, namun ada saja celah yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku untuk mengambil keuntungan.. Petugas auditor juga tidak bisa selamanya 24 jam bisa mengawasi operasional bank. Hal ini dimanfaatkan oleh para pelaku yang sudah berpengalaman operasional untuk melaksanakan aksinya selama bertahun- tahun dan merugikan perusahaan dan negara triliunan rupiah.

Jadi , jika dilihat dari nilai konsep etika bisnis, etika seseorang pelaku bisnis dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika di masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh bukan seorang pelaku bisnis. Jika para pelaku bisnis sudah memiliki bekal etika bawaan sebagai seorang yang berbudi luhur, maka bisa diharapkan dunia bisnis akan di huni oleh orang – orang yang jujur, dan sangat menghargai kepercayaan orang lain yang di berikan kepadanya. Dunia bisnis akan sangat kondusif, tanpa di nodai oleh praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.

Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan , antara lain:
1. Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis.
2. Etika seseorang dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika dirinya masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh.


Contoh Kasus
http://karodalnet.blogspot.com/2010/02/hasil-pansus-century.html

Pandangan saya sebagai mahasiswa :
Setelah beberapa waktu Boediono dan Sri Mulyani orang yg mempopulerkan “dampak sistemik” terhadap system Keuangan Nasional Jika Century tidak di talangi sekaligus sebagai orang yg paling bertanggung jawab terhadap penalangan Century yang mulanya 632 M menjadi 6,7 T nyatalah kita pada siang tadi bahwa bukan karena krisis Century itu bolong tapi karena ulah Roberth Cs yang menggarong Bank nya sendiri…, Terbukti dari kesaksian Susno Duaji didepan Pansus tadi siang ternyata beberapa Trilyun Uang yang telah dibekukan di Luar Negeri antara lain di Hongkong,Cyman Island, dll semuanya menunjukkan bahwa Bank Century bukannya kena krisis tapi digarong dari dalam oleh Pemiliknya sendiri, tentu modusnya adalah seperti penuturan Susno al kredit fiktif caranya; PT anu mengambil kredit ternyata “PT anu “dikuasaisahamnya oleh ”PT ini “lalu kemudian terbukti PT ini kepemilikannya dikuasai oleh ” PT Itu” nah di “PT itu” lah ada muncul nama Robert Tantular.

Tetapi yang pasti kemudian menunjukkan ketidakhati hatian BI dalam mengawasi Century bahkan terbukti kemudian bahwa sebenarnya BI sudah mengetahui kebobrokan Century tapi mengapa tidak dilaporkan , baru dilaporkan setelah JK memerintahkan Kapolri Menangkap Roberth Tantular yang menurut kesaksian Pak Susno di Pansus dua hari kemudian barulah ada aliran laporan dari BI artinya setelah Roberth Tantular ditahan oleh mabes POLRI , jadi sebenarnya patut di duga terjadi Proses pembiaran oleh pihak BI terhadap praktek curang dan jahat dilakukan oleh Roberth Tantular terhadap pengelolaan Bank Century .

Masalahnya sekarang ”Century Gate” ini sudah mulai mengarah ke dampak sistemik yg ditimbulkannya mulai dari sinyalir Sri Mulyani kepada BI bahwa dia telah di tipu oleh BI dgn memberinya data2 yg tidak terbaru dan valid masalahnya kemudian ternyata perasaan tertipu Sri Mulyani itu diadukan ke Pak JK ,mengapa dia ndak mengadu ke SBY saat itu supaya SBY tidak perlu mengambil pasangan pak Boediono ?. sangat boleh jadi karena Sri Mulyani juga berharap dialah yg akan dipinang oleh SBY melihat kepada Hasil Kinerjanya yg dianggap baik.

Sayang sekali bahwa SBY memilih Boediono … bukan Sri Mulyani , dimana dikemudian hari ternyata banyak hati yg digerakkan Tuhan untuk mempersoalkan Penangangan Bank Century .

Tuhan memang tidak tidur melihat kelakuan orang2 BI yg kelihatannya membiarkan Roberth Tantular menggarong Bank nya sendiri yg nota bene uang Rakyat dan kemudian melarikannya keluar Negeri maka kemudian bergulirlah Pansus Century yang akibatnya menyebabkan banyak pentolan Negeri yang harus diperiksa sebab yg memanggil juga ada Pentolan Lembaga Politik…DPR ,

Nampak sekarang Century Gate ini mulai akan memberikan dampak sistemik terhadap Pemerintahan SBY , mulai dari singgungan KPK dengan POLRI yang berlarut larut sampai di tengahi oleh Mahkamah Konstitusi dan juga Team 8 bentukan SBY , kemudian muncul lagi efek sampingnya yaitu : Pemberantasan Mafia Hukum yang juga berdampak kepada Mutasi besar basaran ditubuh Dept.Hukum dan HAM , kemudian di POLRI sendiri dgn kesaksian Susno di persidangan Antasari menyebabkan timbulnya ketersinggungan baru KAPOLRI dgn stafnya SUSNO sebab bukankah POLRI yang memberkas Antasari lalu mengapa sekarang anggota POLRI sendiri yang membongkar adanya kejanggalan soal penanganan Antasari .

Disaat saat begini Sri Mulyani yang terang terangan merasa ditipu oleh BI dihadapan JK maka tentu saja hubungan antara Boediono dan Sri Mulyani menjadi hubungan yg hambar dan yang mana Sri Mulyani merasa bahwa jika dia diberitahu bahwa Jumlah Penalangan itu 6,7 T akhirnya tentu dia berpikir untuk menyetujui dalam rapat KSSK.

Dari kemunculan2 informasi dan fakta fakta yang terjadi dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa sebenarnya Century bukan gagal karena dampak krisis Ekonomi tapi karena dirampok oleh Pemiliknya melalui Kredit fiktif antara lain , surat berharga yg tidak dijamin dan tentu modus lainnya yg mana sudah dipaparkan oleh pak Susno di Depan Pansus.

Lalu muncul tentu kekurang harmonisan Boediono dengan Sri Mulyani dalam hal pemberian data itu dan kini yg terbaru adalah kericuhan antara Sri Mulyani dengan Abu Rizal Bakrie soal pajak Bumi yang mana memunculkan saling statemen di media jadi dampak saat ini adalah tidak harmonisnya Koalisi KIB jilid 2.

Dari hal tersebut diatas nampak sekali keterlibatan orang2 BI menutup nutupi kebobrokan Bank Century bahkan menutupinya dari Sri Mulyani dgn hanya menjelaskan bahwa dana penalangan berkisar 632 M , akan hal yg mustahil juga jika Bank yg sudah digerogoti sedemikian rupa oleh Roberth Tantular tidak dideteksi oleh BI padahal lalulintas Uang juga diketahui oleh BI apalagi pemindahan Uang dalam jumlah besar yang dilakukan oleh Robeth Tantular ke Bank Bank di Luar Negeri .

Dari upaya Pembenaran yg dilakukan oleh BI dengan mengusulkan ke KSSK untuk penalangan adalah suatu tipuan yg tersembunyi kepada Sri Mulyani yang boleh jadi juga untuk merusak image dan Citra Sri Mulyani sebagai orang yg hati2 dan awas. Dengan reputasi yg oleh banyak orang dikatakan baik yg memang sulit terbantahkan maka di dalam Century ini nyata benar bahwa Sri Mulyani tidak termasuk orang yg hati2 secara terus menerus atau waspada terus menerus dalam pengambilan keputusan.

Termasuk tentunya diabaikannya JK dalam perlibatan urusan Century ini padahal kita ketahui bersama ada kesepakatan antara SBY dengan JK soal penanganan Negara dimana urusan2 Ekonomi diserahkan kepada pak JK tetapi kesepakatan itu dilanggar sendiri oleh SBY dan pembantu pembantunya.

Dengan pelanggaran kesepakatan itu sendiri dan juga pelanggaran SBY soal “lanjutkan ” dengan mengambil pasangan lain jelas sudah bahwa SBY pada dasarnya dengan kasus Century ini diperlihatkan oleh Tuhan bahwa barang siapa yg melanggar apa yg telah diperjanjikan maka akan menuai banyak masalah dikemudian hari .

Tentu saja setiap hati Anggota Pansus tidak dibawah kendali para Ketua partai atau juga Para menteri yang duduk di Kabinet Koalisi mereka adalah manusia2 yg sepenuhnya dibawah kendali Tuhan.

Tuhanlah yang mengatur siapa yg dipanggil pansus dan siapa yg tidak bahkan apa yg dikatakan didepan pansus sekalipun semuanya sepenuhnya dibawah kendali Tuhan ; kita bisa lihat bagaimana JK,Marsilam Simanjuntak,,Boediono , Sri Mulyani , Susno Duaji dan lain2 dihadapan anggota DPR bahkan dihadapan Rakyat Indonesia .

Jika dikemudian hari ternyata DPR pun mengambil kesimpulan bahwa sudah benar tindakan Boediono dan Sri Mulyani menalangi Century dan tidak ada pelanggaran Hukum maka tentu rakyatlah yg akan menimbang apa yg dikatakan oleh DPR sebagai wakilnya tersebut.

Jika Rakyat lebih banyak tidak menyetujui keputusan DPR tentu saja akan berdampak pada upaya Demonstrasi yang tidak berkesudahan dan menggejolak di kota2 Utama Indonesia jika hal itu terjadi maka bukan Bank Century yg diduga akan memberi dampak sistemik terhadap Perekonomian Nasional tapi Centurylah yang akan memberi dampak Sistemik terhadap Pemerintahan SBY .

Gejala sistemik Century terlihat dari keberanian Bendera melansir bahwa Lingkaran Demokrat menerima dana Century dengan menyebut nama2 secara terang benderang , lalu kemudian nama2 yg disebut melaporkan Bendera ke POLRI namun sekarang POLRI juga terkesan membiarkan saja dan tidak menangkap orang yg menurut pelapor mencemarkan nama baik mereka.

dalam secepatnya dua bulan kedepan jika SBY tidak menangani Century gate ini dengan bijak bukan tidak mungkin justru akan sangat sistemik dampaknya terhadap Pemerintah.Ketidakpercayaan Publik akan partai Demokrat bisa muncul dan juga tentu ketidakpercayaan Elemen2 bangsa terhadap Pemerintahan SBY akan membuat SBY sulit mengendalikan Pemerintahan secara baik karena adanya kecurigaan yg berlebihan dari orang2 yg beranggapan bahwa Uang Century itu memang dipakai untuk kampanye partai Demokrat .

Partai Demokrat mestinya segera bisa membuktikan diri bahwa semua dana kampanye yg dipakai bersumber dari sumber2 yg halal bukan dgn mengungkapkannya bahwa tidak ada serupiahpun uang yg dipakai dari uang yg tidak halal tapi memanggil auditor Independet untuk memeriksa Ulang keuangan dan pembukuan Partai Demokrat sehingga bisa disimpulkan tidak adanya uang yg tdk halal masuk kesana sebab saat ini tidak semua orang percaya dgn omongan omongan SBY ..

Mengapa tidak percaya karena adanya Pansus yang tentu saja curiga dgn Dana Penalangan Century yang besar dan kebetulan Gubernur BI saat itu adalah Boediono yg juga kemudian menjadi pasangan SBY sebagai Wakil.

SBY dalam mengelola konflik di DPR akhir akhir ini juga cenderung dan disinyalir mempertahankan kekuasaan dgn segala cara dimana fraksi PKB terpaksa mengganti wakilnya di pansus bahkan munculnya selentingan akan adanya kocok ulang kabinet sehubungan dengan masalah Pansus ini sehingga menjadi sinyal bagi kawan2 koalisi untuk tetap setia kepada Koalisi dgn secara halus diminta tetap ramah terhadap Boediono dan Sri Mulyani serta orang2 pemerintah lainnya.

masalahnya adalah saat saat ini yang mengendalikan anggota Pansus bukan Ketua Partai,isteri,Menteri,SBY dan Boediono tapi sudah sepenuhnya dibawah kendali Tuhan ..mengapa begitu; bukankah apa yg terbetik dalam hati dan diucapkan oleh lidah semuanya sepenuhnya tidak akan terjadi tanpa perkenaan Tuhan. jadi… Pansus jika mau dikebiri atau dibuat lebih ramah dgn cara apapun saat ini adalah upaya yg sia2.

Hanya Tuhanlah yg bisa menghentikan pansus atau membuatnya ramah bukan lagi siapa2 apalagi SBY dan para Menteri. Dampak sistemik pansus Century akan mulai terlihat di bulan Pebruari 2010 dgn kemungkinan besar munculnya ketidak percayaan publik yg lebih besar atas penanganan century dan akan munculnya Gejala alam yg tidak bersahabat

-Alexander Philiph Sitinjak-
Sekretaris Jenderal PMKRI DPC Bogor "Saint Joseph Acupertino"